Pentingnya Kaderisasi dalam Islam

Oleh: Ade Ipan Rustandi, S.Ud
Dikisahkan seorang kakek renta menanam sebuah pohon kurma, kemudian secara tidak sengaja lewat seorang raja dan melihat si kakek yang tengah menanam pohon kurma. Dengan rasa penasaran sang raja pun bertanya tentang alasan atau motivasi si kakek menanam pohon tersebut. Sang raja bertanya seperti itu karena semua orang sudah tahu bahwa pohon kurma tidak akan berbuah kecuali setelah beberapa tahun, sehingga mana mungkin kakek itu dengan umurnya yang sudah lanjur akan sempat untuk memetik buah dari pohon kurma yang telah ia tanam untuk dirinya sendiri.

Mendengar pertanyaan sang raja si kakek menjawab dengan bijak, "Dulu orang-orang sebelum kita menanam pohon kurma sehingga buahnya dapat kita nikmati sekarang, apakah tidak ada keinginan dalam diri kita untuk mengikuti jejak mereka dengan menanam pohon kurma saat ini supaya generasi setelah kita dapat menikmati buah kurma dari pohon yang kita tanam?" Dibalik jawaban si kakek tadi, mengandung arti besar bagi sang raja. Umumnya bagi kita, pelajaran dari sesuatu harus selalu kita ambil.

Dalam sesebuah kaidah ushul disebutkan “Pelajaran dari sesuatu itu didapat karena umumnya lafadz, bukan karena khususnya sebab”. Poin penting dari kisah si kakek ternyata ia menaruh perhatian yang besar terhadap generasi setelah dirinya (meskipun hanya sebatas) supaya tetap dapat mencicipi buah kurma di masa yang akan datang.

Di dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Akan datang generasi setelah mereka (para nabi) suatu generasi 'khalfun' yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya, kelak mereka akan menemui kesesatan (di akhirat)." (QS Maryam: 59)

Generasi dalam bahasa arab ada dua sebutan, yaitu 'khalafun' (difathah lam) dan 'khalfun' (disukun lam). Khalafun bermakna generasi yang baik dan khalfun sebaliknya yaitu generasi yang buruk. Kata kunci dari kisah kakek di awal dan ayat firman Allah SWT ini adalah kata kader. Akan terjadi di masa hidup kita akan timbul pertanyaan”

Generasi seperti apakah yang akan menggantikan kita kelak untuk mengurusi bumi ini, meneruskan keluarga, meneruskan perusahaan, atau penerus organisasi organisasi?, apakah generasi yang baik atau sebaliknya? Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam suatu organisasi, pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI).

Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Quran.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 110)

Dari kedua pengertian di atas, terlihat bahwa kaderisasi menurut Islam tidak terbatas pada dimensi organisasi tetapi lebih luas dari itu semua. Bahkan kaderisasi dalam Islam menjadi tugas yang mulia untuk membentuk pribadi yang Rabbani dengan karakteristik umat terbaik. Kaderisasi dalam islam dibingkai dalam aktivitas dakwah dan tarbiyah.

Dakwah adalah aktivitas menyeru kepada kebaikan, orang yang telah terpanggil untuk berbuat kebaikan kemudian diarahkan untuk proses pendidikan (tarbiyah). Islam begitu memperhatikan dan mementingkan proses kaderisasi umat ini. Pendidikan orang tua kepada anaknya merupakan salah satu bentuk kecil kaderisasi. Bagaimana orang tua membentuk anaknya menjadi pribadi yang baik, soleh dan siap memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Kita cermati fenomena masyarakat dewasa ini, setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh. Bahkan semenjak ia lahir anak diadazni (meskipun praktek ini tidak ada sumber dari Rasulullah), orang tua rela melakukan hal diluar sunah Nabi dengan tujuan ingin menjadikan anaknya menjadi kader keluarga yang bisa bermanfaat dan senantiasa mendo’akan orang tua. Ketika mereka dewasa seyogyanya orangtua terus mengontrol generasi kita agar selalu mengingat Allah dan Rasulnya. Akan tetapi kita perhatikan harapan generasi itu justru banyak yang lebih dekat dengan simbol-simbol kesesatan dan syetan.
Banyak generasi kita yang berpakaian penuh dengan tengkorak, tulang belulang, dan simbol-simbol yahudi satanism dll. Sehingga kitapun sering balik bertanya, bagaimana orangtua mereka melihat hal ini?
Mungkinkah seorang ibu tidak mengetahui seorang anak mengenakan pakaian dengan simbol jauh dari Islam sedangkan setiap hari ia mencucikan bajunya? Kadang panggang jauh dari api, harapan memilihi generasi shaleh malah sebaliknya dikarnakan ketidak pekaan kita sendiri. Coba kita tengok kamar anak-anak kita, berapa banyak anak yang lebih bangga memajang foto, poster grup band, bendera, simbol kafir daripada memajang foto orangtuanya, keluarga, kaligrafi, panji islam di kamar-kamar mereka. Pengkaderan bukan hal yang mudah banyak tantangan yang menghampiri, namun dengan izin Allah semuanya dapat diatasi.

Pengkaderan pun butuh kesabaran, karena tak mudah membentuk orang yang memiliki rasa egois dan harga diri tinggi. Hal ini terbukti ketika masa awal Rasulullah mengkader, orang yang mengikuti Rasulullah hanya 13 orang. Namun Rasulullah tetap bersabar secara proaktif membersihkan mereka dengan masa lalu, baik menyangkut pemikiran ataupun tindakan, dan mencuci otak mereka dari karat-karat yang menempel padanya berupa berbagai hal yang islami sehingga mempunya pondasi yang kuat yakni aqidah Islam. Tak perlu ragu dalam melakukan kaderisasi, terutama mengkader umat untuk meraih keridloan Allah SWT.

Karena hal ini jelas merupakan sunah Rasulullah dan sebagai bukti cintanya kepada Allah dan rasulnya. “katakanlah: Jika kalian (benar-benar) mencintaiAllah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran: 31).

Kecintaan Allah digambarkan pada beberapa hadits di bawah ini, ”Sesungguhnya Allah berfirman: “Siapa yang memusuhi wakil-Ku, maka Aku memproklamirkan perang terhadapnya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan yang lebih Aku sukai daripada dengan mengerjakan ibadah yang telah Aku fardhukan atasnya. Hamba-Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunnah, niscaya Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya dia berbuat, dan menjadi kakinya yangdengannya dia berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya, dan jika dia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku melindunginya”(HR. Bukhari)

”Jika Allah mencintai seorang hamba-Nya, Dia memberitahukan kepada Jibril: Sesunguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Jibril pun mencintai Fulan tersebut dan selanjutnya dia berseru di kalangan penduduk langit: Sesungguhnya Allah telah mencintai si Fulan, maka cintailah dia. Semua penduduk langit pun mencintai Fulan tersebut. Selanjutnya, semua penduduk bumi juga dijadikan mencintai Fulan tersebut.”(HR. Bukhari-Muslim)

Subhanallah sungguh Allah tidak pernah menyalahi janji Nya. Mari kita mulai memantapkan diri untuk menjalani sunah Rasul ini dan bertanggung jawab akan predikat kader Islam pada diri kita. Jadilah bagian dengan aktif berjam’iyyah dan berjama’ah dalam membentuk generasi penerus Qur’an Sunnah dalam peran sebagai mentor, da’i, orang tua, kakak, dan sebagainya. Cukuplah Allah yang menjadi saksi atas kerja-kerja kita. Wallahu a’lam.

*) Penulis adalah kepada divisi Pendayagunaan Pusat Zakat Umat Cianjur
Share on Google Plus

About ADMIN QUBA

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.