Akar akidah dan revolusi Syiah

Mengupas tuntas akidah dan politik Syi’ah (dalam hal ini Syi’ah Rofidoh dan pecahannya) yang bercokol di negeri Iran dan eberapa negara Arab lainnya, terasa sangat susah tanpa mengkaji asal muasal sekte sesat ini.

Persia Majusi, Wajah Syiah kuno
Adalah Syaikh Dr. Abdullah al-Gharib, telah mengkaji asal muasal sekte syiah kontemporer dan hubungannya dengan beberapa gerakan kebatinan lainnya. Kesimpulan dari kajian beliau, bahwa akidah dan siasat politik yang diperankan oleh syiah sekarang, seperti Iran, merupakanan warisan dan pengembangan dari ajaran majusi kuno (waja’a daurul majus, hal 48).

Sejarah mencatat, Persia kuno terdapat sebuah imperium besar, yaitu imperium Persia Raya. Salah satu kota terbesarnya adalah Mada’in. Wilayah Persia sekarang disebut Iran. Banyak aliran kepercayaan yang sempat muncul dan eksis di Persia kuno. Diantaranya, at-Tsanawiyah dan Majusiyah. Keduanya terdapat sekte-sekte pecahan yang banyak.

Ada tiga ciri khas imperium Persia. Pertama, sejarahnya dipenuhi oleh peristiwa kudeta dan perang saudara, sering terjadi perang dan revolusi perebutan kekuasaan antar putra mahkota. Misalnya antara pangeran Sabuur dan Azdasiir yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama dan memakan banyak korban dari kalangan rakyat jelata.

Kedua, kepercayaan dan ritual keagamaan banyak dipengaruhi oleh Yahudi, Kristen dan Budha. Hal yang melatarbelakangi ini salah satunya raja-raja Persia memberi penghormatan yang sangat kepada ketiga agama ini untuk hidup dan mendakwahkan ajarannya di wilayah Imperium Persia. Bahkan raja Bukhtanshor memiliki permaisuri yang beragama Yahudi.

Diantara keyakinan Majusi yang diadopsi dari Yahudi, Nasroni dan Budha adalah Akidah trinitas (tsulats) yang hari ini masih diyakini kuat oleh Syiah nushairiyah. Yaitu pengagungan terhadap benda-benda maupun tempat tertentu seperti kuburan, matahari, bulan, dan reinkarnasi.

Ketiga, penokohan dan pengkultusan yang kuat terhadap pemimpin, bagi rakyat Persia, pemimpin adalah wakil Tuhan di bumi. Pemimpin diyakini sebagai pelayan Tuhan. Di tangan raja terdapat segala keputusan, dan mereka juga meyakini bahwa yang menjadi pemimpin hanya dari keturunan para raja. Jadi pengkultusan terhadap ahlul bait adalah warisan akidah Majusi.

Selain itu, aliran keagamaan berkembang sangat pesat di Persia. Sedangkan agama Majusi memiliki dua sifat khas. Pertama, bergerak secara sirriyah, yaitu tersembunyi. Dan yang kedua meyakini mut’ah sebagai ritual suci, pembersih dosa.

Salah satu tradisi Persia kuno yang diwarisi oleh Syiah kontemporer, terutama Iran, adalah Revolusi. Iran sebagai Negara resmi Syiah menjadi contoh buruk Revolusi Syiah. Dulu, Negara Iran dihuni oleh 90% muslim ahlu sunnah, namun mengalami penurunan drastis setelah revolusi – lebih layaknya disebut –pemberontakan syah Ismail terhadap Daulah Turki Usmani.

Sebelum tercetus revolusi tahun 1979, Iran berada di bawah kekuasaan Shah Muhammad Reva Pahlevi yang diktator dan tiran. Iran merupakan Negara penghasil minyak nomor tiga di dunia yang meraup keuntungan 40 miliar dollar tiap tahun, tetapi rakyatnya hidup sangat menderita oleh Negara yang disetir Amerika ini. Pemerintah Iran bahkan mempekerjakan 50 ribu orang AS sebagai penasehat, dengan gaji total 4 miliar dollar tiap tahun. Namun disaat yang sama, rakyatnya hidup dalam keterpurukan sebagaimana yang digambarkan oleh Dr. Musa Al Musawi sebagai berikut:
Sekitar 70% rakyat Iran tidak bisa baca-tulis dan tidak memiliki sarana belajar-mengajar.
Sekitar 80% rakyat Iran masih kekurangan pelayanan medis.
Sekitar 85% kota dan desa kecil di Iran memerlukan jalur transportasi yang layak serta pengadaan air, listrik, dan perumahan modern.
Jumlah pengangguran mencapai 1,5 juta orang dan mereka berkeliaran di jalan-jalan.

Disana terdapat beberapa gerakan yang berusaha menggulingkan Syah. Salah satu kelompok tersebut adalah kelompok yang dipimpin oleh Khomeini. Khomeini ditunjuk sebagai pimpinan umum Revolusi. Sebab, banyak kalangan-kalangan yang meramalkan bahwa Khomeini bersedia memimpin revolusi tanpa berhasrat terhadap kekuasaan, hingga dialah satu satunya yang dianggap sesuai untuk menyatukan berbagai kelompok politik yang berlainan ideologi tersebut.

Berbagai media internasional berusaha mewawancarai Khomeini yang kala itu bermukim di Prancis – setelah dia diusir dari Irak. Banyak pula dari media tadi yang bercerita tentang kezuhudan, kewar'aan, dan ketaqwaan Khomeini; plus janjinya untuk menerapkan syariat Islam bila revolusinya berhasil (wa jaa-a Daurut Majuus, hal 108).

Di hari-hari pertama pasca berhasilnya revolusi, Khomeini dan kelompoknya telah berhasil menguasai empat badan terpenting, yaitu: Tentara Revolusi, Lajnah Revolusi, Mahkamah Revolusi, dan Stasiun Radio serta Televisi.

Setelah mahkamah revolusi menjatuhkan hukuman mati kepada lima tokoh orde lama yang salah satunya adalah SAFAK. Rakyat pun mulai sadar bahwa Khomeinilah yang berada dibalik semua peradilan tadi yang dia sendiri yang menunjuk hakim-hakim mahkamah dengan intrusksinya.

Setelah Khomeini berkuasa, penindasan terhadap umat Islam di Iran – untuk ke sekian kalinya – kembali memuncak. Di kota Teheran, mereka dilarang membangun masjid. Padahal jumlah mereka lebih dari satu juta jiwa disana. Sedangkan Yahudi yang jumlahnya sekitar 25 ribu orang saja memiliki 76 sinagog di seluruh Iran.

Sebagaimana yang diberitakan oleh surat kabar “The Daily News”, ketika salah seorang rujukan syiah yang bernama Misbah al Yazdi ditanya tentang sebab tidak diizinkannya ahlussunnah mendirikan masjid di Teheran, ia menjawab: “Kalau di Makkah telah diizinkan untuk membagun Huseiniyyah, maka barulah di Teheran boleh didirikan masjid Ahlussunnah”.

Di sisi lain, kebobrokkan akhlak merajalela setelah revolusi. Mut'ah yang dulu dianggap jijik oleh pemerintahan Dinasti Pahlevi, Khomeini justru mempropagandakannya dengan dalil-dalil suci dan dukungan nyata bagi praktek mut'ah. Juga penyebaran heroin menjadi tak terkendali. Iran telah memasok 58% heroin yang diselundupkan ke Inggris.

Wasiat Revolusi
Khomeini mewasiatkan kepada pengikutinya di dunia untuk mengekspor revolusi syiah di Iran ke Negara-negara yang berbasis sunni. Dalam majalah dustur yang terbit dari Libanon, edisi 297, 21 Syawwal 1403 bertepatan dengan 1 Agustus 1983, pada halaman 16-18, menyebutkan wasiat Khomeini. Isinya:
Ketika perang dengan Irak telah selesai, maka kita wajib memulai perang dengan Negara lainnya.
Saya mengimpikan bendera kita berkibar di Amman, Ridayh (Arab Saudi), Damaskus (Syria), Kairo (Mesir), dan Kuwait.

Impian Khomeini untuk mengekspor revolusi bukan sekedar didukung oleh pewarisnya, tetapi juga diperluas ke beberapa Negara melebihi jangkauan impian Khomeini.

Hal ini terungkap dalam protokol rahasia yang disebarkan oleh Dewan Revolusi Iran ke seluruh gubernur di wilayah Iran. Protokolat ini jatuh di tangan ahlu sunnah di Iran. Lalu syeikh Dr. Abdurrahim al-Balusiy, ketua Ikatan Ahlu Sunnah Iran, yang memiliki kantor di London mengirimnya ke majalah al-Bayan (vol 123), yang isinya:

“Bila kita tidak mampu untuk mengusung revolusi ini ke negara-negara tetangga yang muslim, tidak diragukan lagi yang terjadi adalah sebaliknya, peradaban mereka – yang telah tercemar budaya barat – akan menyerang dan menguasai kita.

Alhamdulillah, - berkat anugerah Allah dan pengorbanan para pengikut imam yang pemberani – berdirilah sekarang di Iran, Negara Syiha Itsna Asyariyyah (Syiah pengikut 12 Imam), setelah perjuangan berabad-abad lamanya. Oleh karena itu – atas petunjuk para pimpinan syiah mulia – kita sekarang mengemban amanat yang berat dan bahaya, yakni menggulirkan Revolusi.

Kita harus akui bahwa pemerintahanan kita adalah pemerintahan yang berasaskan paham syiah, disamping tugasnya melindungi kemerdekaan Negara dan hak-hak rakyatnya, kita juga wajib menjadikan pengguliran revolusi sebagai target Negara yang paling utama.

Akan tetapi, karena melihat perkembangan dunia saat ini dengan aturan UU antar negaranya, maka tidak mungkin bagi kita untuk menggulirkan revolusi ini (dengan serta merta), bahkan bisa jadi hal itu mendatangkan resiko besar yang bisa membahayakan kelangsungan kita.

Karena alasan ini, maka – setelah mengadakan tiga pertemuan dan menghasilkan keputusan – kami menyusun strategi jangka panjang 50 tahun, yang terdiri dari 5 tahapan. Setiap tahapan berjangka 10 tahun yang bertujuan untuk menggulirkan revolusi Islam ini ke seluruh Negara tetangga dan menyatukan kembali dunia Islam (dengan men-syiah-kannya). Bahaya yang kita hadapi dari para pemimpin wahabiah dan mereka yang berpaham ahlussunnah itu jauh lebih besar dibandingkan bahaya yang datang dari manapun juga, baik dari Timur maupun Barat. Karena orang-orang wahabi dan ahlussunnah selalu menentang pergerakan kita, merekalah musuh utama wilayatul fakih dan para imam yang ma'shum.

Bahkan mereka beranggapan bahwa menjadikan faham syiah sebagai landasan Negara, adalah hal yang bertentangan dengan agama dan adat.

Sungguh jika kita menguasai negeri-negeri muslim, berarti kita sudah menguasai separuh dunia. Untuk merealisasikan rencana 50 tahun ini, kita wajib memulainya dengan cermat; kita harus memperbaiki hubungan dengan Negara-negara tetangga. Harus ada sikap saling menghargai, hubungan janji, dan persahabatan dengan mereka.”

Ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari teks protokolat ini:
1. Tujuan utama dari Negara Iran adalah mengekspor revolusi syiah ke beberapa Negara muslim.
2. Akidah syiah imamah adalah akidah yang benar – menurut syiah – yang karenanya umat Islam harus disatukan diatas akidah ini.
3. Ahlussunnah adalah musuh berbahaya bagi syiah, karena ahlussunnah menolaknya.
4. Ahlussunnah lebih dahsyat dan berbahaya daripada nasroni eropa maupun komunis.
5. Mengenyahkan ahlussunnah adalah tuntutan tama demi merealisasikan idealism syiah, dan
6. Metode pendekatan dan penjinakkan lawan adalah sarana y ang baik untuk merealisasikan impian mereka.

Langkah pertama yang akan dilakukan mereka adalah memperbaiki hubungan syiah dengan Negara-negara tetangga, dan harus ada hubungan yang kuat dan sikap saling menghormati. Bahkan mereka juga harus memperbaiki hubungannya dengan Irak – setelah perang berakhir dan Sadam Husein jatuh – karena bagi mereka menjatuhkan seribu kawan lebih ringan daripada menjatuhkan satu lawan.

Dengan adanya hubungan politik, ekonomi, dan budaya Antara kita dengan mereka (ahlussunnah), tentunya akan masuk sekelompok kader dari Iran ke Negara muslim, sehingga memungkinkan mereka mengirim duta resmi yang hakekatnya adalah pelaksana program revolusi ini. Selanjutnya kita akan tentukan misi khusus mereka saat menugaskan dan mengirimkannya.

Dimanapun aktifis syiah berada, ia tetap berpedoman dengan langkah yang ditetapkan oleh Dewan Revolusi Iran ini. Hanya kreasi mereka saja yang membuat polanya tidak disadari kebanyakan muslim. (Akrom Syahid).

Sumber: majalah An-Najah edisi 96 - November 2013.
Share on Google Plus

About Rasyid El-Rasya

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.