Oleh: Prof. Dr. KH. Maman Abdurrahman, MA*)
Dua ungkapan yang sering didengar dan/atau dikatakan dalam kehidupan keseharian kita dan sudah menjadi bahasa Indonesia adalah kosakata rahmat dan laknat. Dua ungkapan ini merupakan kebalikan antara yang satu dan yang lainnya, sebenarnya tercantum banyak, baik dalam al-Quran maupun dalam hadis, sehingga menjadi Sunnah Rasulullah saw.
Dalam al-Quran itu sediri kata rahmat dan laknat amat banyak, belum lagi dengan derivasinya; 73 kosakata rahmat dan 54 kosakata laknat. Bila dihitung dengan derivasi atau sharafnya, kosakata rahmat ada sekitar 102 kosakata, sehingga seluruhnya menjadi 175 kosakata yang termasuk di dalamnya Asmaul Husna dengan ungkapan Rahman dan Rahim.
Apabila diteliti berdasarkan makna dan konteksnya, maka kosakata rahmah Allah adalah dalam aspek berikut: Rahmat Allah, Infaq 7 ayat; rahmat Allah, peringatan perlunya silaturahmi 9 ayat; rahmat Allah berkaitan dengan perempuan - arham 10 ayat; rahmat Allah atau menunjukkan diutusnya para Rasul 41 ayat; rahmat Allah, inzalul mathar, turunnya hujan 5 ayat; rahmah Allah dalam bentuk penundukkan ciptaan Allah untuk manusia 5 ayat; rahmah Allah untuk menghilangkan kesulitan, rafulbala 14 ayat; rahmat Allah, raf’ul-haraj, menghilangkan kesulitan 10 ayat; rahmat Allah, qabulut taubah, diterimanya taubat 22 ayat; rahmah Allah, manusia dianugrahi keluarga salih 17 ayat; rahmat Allah, luasnya (sa’atuha), 6 ayat; rahmat Allah manusia diberi dengan cara yang bayan, nuwaliha bil-ihsan 3 ayat; rahmat Allah, memelihara dalam jihad fi sabilillah 6 ayat; Rahmat Allah, memelihara dengan kesabaran 4 ayat; rahmat Allah memelihara dengan ketaatan padaNya 15 ayat; rahmat Allah di akhirat 9 ayat. Kemudian, ada pula yang disebut dengan rahmah insaniyah 9 ayat. Kemudian, ar-Rahman (Asmaul Husna), 57 ayat, ar-Rahim 104, dan rahima (dengan menggunakan mim fath: Asmaul Husna), 20 ayat. Dengan banyaknya kosakata rahim dan rahima, belum lagi yarham, tarham dan ruhama, betapa kasih sayang Allah amat banyak bagi manusisa.
Dalam al-Quran hujan yang diturunkan disebut rahmat Allah, sebagai mana pada poin inzalul mathar seperti salah satu ayat ini (terjemahannya): “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, Maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti Itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Al-Anfal: 57.
Pada ayat tersebut jalas, “Baina yadai Rahmatih”, kedatangan rahmat-Nya”, dan yang dimaksud adalah hujan. Jadi hujan adalah bagian dari rahmat Allah, tetapi rahmat ini bisa berakibat fatal bila adanya kenegatifan yang luar biasa, sehingga rahmat ini berubah menjadi musibah. Pertanyaannya adalah mengapa rahmat menjadi malapetaka, inikah sebenarnya sebagai laknat atas gaya hidup yang tidak peduli pada alam, bahkan melanggar peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tata ruang. Ini bisa kita lihat dari kerusakan lahan di negeri kita sekarang ini, seperti berubahnya fungsi dan penyediaan perumahan. Di sisi lain kerusakan hutan akibat dari pembalakan resmi dan liar, belum dapat diselesaikan.
Saat ini banjir melanda seluruh kota-kota utama di Indonesia, mulai dari kota-kota besar dan kecil di Jawa dan luar Jawa. Di Jakarta dengan 16 titik kebanjiran dengan kerugian 12 trilyun, sehingga ribuan pengungsi mulai merasakan musibah yang amat sulit dihindari ini, sehingga rahmat Allah Swt ini justru berbalik kerusakan dan dapat merupakan laknat, kutukan Allah Swt karena perbuatan tangan-tangan manusia, sesuai dengan firmanNya pada surat ar-Rum(30):41, sebagai berikut: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Hujan disebut rahmat karena semua makhluk di dunia ini, baik makhluk cicing (diam-tanah dan pepohon itu sendirian), makhluk nyaring (hidup-binatang), dan makhluk eling (berfikir-manusia). Makhluk-makhluk ini ada hubungan satu sama lain, sehingga dapat membangun suatu sistem yang saling memelihara. Namun, ekosistem yang saling memelihara ini ternyata yang paling merusak adalah makhluk “eling” itu sendiri.
Problem alam ini, bukan hanya di tanah Indonesia, walaupun berbeda satu sama lain, seperti cuaca dingin melanda; Amerika, Inggris, dan negara-negara lain di Eropa, cuaca panas melanda Australia, sebagai implikasi dari kerusakan lapisan ozon, pemanasan global, dan perubahan cuaca.
Lahan-lahanya Rahmat yang berupa hujan yang sudah diturunkan Allah yang disebut juga dengan mathar atau amthar ini, sebenarnya sudah disediakan penampungannya yang berupa tangki-tangki air yang berupa gunung Allah menyebut sekitar 19 kali dengan Jabal dan Jibal, pepohonan sebanyak 6 kali, bumi atau tanah-tanah sebanyak 68 kali, sungai-sungai sebanyak 52 kali yang merupakan saluran air dari gunung. Kemudian, danau, rawa-rawa, sawah-sawah, dan lain-lain, seperti padang pasir dan bukit-bukit salju. Namun, tangki-tangki air tersebut sudah banyak yang rusak karena perubahan lahan sebagai implikasi gaya hidup yang berlebihan, yang kerusakannya sekitar 7.500.000 h per tahun untuk perumahan saja, sehingga mengubah daerah-daerah serapan air atau tangki air tersebut.
Maka akankah manusia terus merusak alam ini yang merupakan implikasi gaya hidup, yang jauh dari ajaran agama yang akibatnya rahmat Allah menjadi laknat Allah yang dilakukan manusia sendiri karena manusia sudah merusak alam”. Naudzubillahi mindzalik.
*) Penulis adalah ketua umum PERSIS periode 2010-2015