Sejarah Disyariatkannya Shaum Tasu'a Asyura

oleh: Amin Muktar *)
Pada bulam Muharram terdapat satu hari yang dianggap istimewa oleh berbagai kalangan, baik umat Islam maupun di luar umat Islam. Hari yang dimaksud adalah hari Asyura, sebutan untuk tanggal 10 bulan Muharram.

Pengertian Asyura & Sejarahnya
Al-Qurthubi berkata:
“Kata Asyura adalah shigah mubalagah, yaitu dirubah dari kata ‘asyirah mengandung makna sangat dan mengagungkan. Pada asalnya digunakan sebagai sifat malam ke-10, karena diambil dari kata al-asyr yang berarti bilangan puluhan, dan disandarkan dengan kata yaum. Bila dikatakan Yaum Asyura seolah-olah perkataan itu bermakna: Hari malam Asyirah. Ketahuilah, ketika mereka merubah kata itu dari sifat, dan didominasi oleh isim (nama), mereka mengangap cukup dengan mausuf (kata yang disifatinya), lalu membuang kata “al-lail”, sehingga kata itu menjadi nama bagi hari ke-10” (Lihat, Fath al-Bari, IV:245; Tanwir al-Hawalik, IV:326)

Sebagian ulama berpendapat bahwa hari ke-10 bulan Muharram dinamakan Asyura karena pada hari itu Allah memuliakan 10 Nabi dengan 10 kemuliaan. Tetapi yang akan diuraikan di sini hanya beberapa periode nabi yang diterangkan di dalam al-Quran dan Sunnah.

Asyura Zaman Nabi Nuh
Pada zaman ini, Asyura berhubungan erat dengan suatu peristiwa yang dialami oleh Nabi Nuh As., sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt. sebagai berikut:
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim." Q.s. Hud: 44

Peristiwa berlabuhnya kapal Nabi Nuh di atas bukit Judi terjadi pada hari Asyura sebagaimana dijelaskan dalam hadis:
Dari Abu Huraerah, ia berkata, “Nabi saw. melewati beberapa orang Yahudi, sungguh mereka shaum hari Asyura, mereka berkata, “…Ini adalah hari di mana perahu itu (Nuh) berlabuh di atas bukit Judi, lalu Nuh dan Musa melaksanakan shaum hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah…H.r. Ahmad, al-Musnad, II:359, No. hadis 8702

Keterangan di atas mengistimewakan hari asyura karena Allah menyelamatkan nabi Nuh dan kaumnya yang beriman dari banjir besar. Lalu Nabi Nuh melaksanakan shaum pada hari itu sebagai sebagai rasa syukur kepada Allah.

Asyura Zaman Nabi Musa
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT.:
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu. Q.s. Al-Baqarah:49

Imam Bukhari meriwayatkan:
 “Maka mereka berkata, ‘Ini adalah hari agung, yaitu hari ini di mana Allah Swt. pernah menyelamatkan Nabi Musa dan menenggelamkan Fir’aun beserta tentaranya, maka Musa menshauminya sebagai rasa syukur kepada Allah.” (Shahih Bukhari, III:1245, No. 3216)
Hadis di atas menunjukkan bahwa bagi orang Yahudi hari Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan tentaranya. Dan peristiwa selamatnya Nabi Musa diperingati oleh Yahudi dengan cara melaksanakan shaum Asyura.

Asyura Zaman Nabi Isa
Di saat Rasulullah Saw. shaum pada hari Asyura dan beliau memerintah shaum (kepada para sahabat) mereka berkata, “Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani.” … H.r. Muslim, Shahih Muslim, II: 797, No. 1134; Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II: 327, No. 2445; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV: 287, No. 8184

Keterangan:
Bagi orang Nashrani hari Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu Nabi Isa melaksanakan shaum, dan Shaum Nabi Isa merupakan kelanjutan syariat shaum Nabi Musa yang tidak dimansukh oleh syariat Nabi Isa. Karena itu orang Nashrani pun melaksanakan shaum Asyura. (Lihat, Fath al-Bari, IV: 248)

Asyura Zaman Jahiliyyah
Bagi orang Arab Jahiliyyah, Asyura dianggap istimewa karena pada hari itu diperbarui penutup (kiswah) Ka’bah. Dan untuk melengkapi pengagungannya mereka melaksanakan shaum pada hari itu. Penjelasannya pada hadis:
Dari Aisyah, ia berkata, “Hari Asyura adalah waktunya shaum orang-orang Quraisy di zaman jahiliyah”. Lihat Shahih Bukhari, III: 1393, No. 3619

Pada masa ini, Nabi Muhamad saw. turut serta menshauminya karena masih mengikuti tradisi jahiliyyah. Aisyah menjelaskan:
 “Dan Rasulullah saw. menshauminya pada masa jahiliyyah” HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, II:326, No. 2442; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IV:288, No. 8192; Malik, al-Muwatha, I:299, No. 662; asy-Syafi’I, Musnad asy-Syafi’I, I:161.

Adapun latar belakang orang jahiliyyah menghormati Asyura, dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:
Imam Al-‘Ainiy berkata:
Hari Asyura adalah hari ditutupnya Ka’bah. Dan ia ditutup pada setiap tahun satu kali pada hari Asyura. (Lihat, Umdah al- Qari, juz XIV:455)

Asyura Zaman Nabi Muhamad
Nabi Muhammad saw. hidup di Mekah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, terhitung sejak masa bi’tsah (pengangkatan Nabi & Rasul) tanggal 17 atau 25 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahiran Nabi, yang bertepatan dengan 6 atau 14 Agustus 610 M, hingga 1 Rabi’ul Awwal tahun ke-54 dari tahun kelahirannya atau tahun 13 kenabian, yang bertepatan dengan 13 September 622 M.
Dari data di atas kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa selama hidup di Mekah sebagai Nabi & Rasul, beliau telah “mengalami” Asyura sebanyak 11 kali. Selama periode Mekah ini, beliau telah menyikapi Asyura dengan melaksanakan shaum.

Dari Aisyah, ia berkata, “Hari Asyura adalah waktunya shaum orang-orang Quraisy di zaman jahiliyah dan Rasulullah Saw. pun menshauminya…” H.r. Bukhari, Shahih Bukhari, II:704, No. 1898.
Memasuki bulan Muharram tahun ke-2 hijriah, Nabi saw. mendapati orang-orang Yahudi di Madinah melaksanakan shaum pada hari Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka mengenai hal itu, lantas mereka menjawab, “Pada hari ini Allah Swt. pernah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil atas (kejaran) Fir’aun, maka Musa menshauminya.” Rasulullah Saw. menjawab, “Kamilah yang paling berhak dengan Musa.” Kemudian beliau shaum dan memerintah para shahabat agar menshauminya. Demikian sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari (Lihat, Shahih Bukhari, II:704, No. 1900)

Perintah shaum Asyura pada masa awal hijrah itu dipertegas oleh keterangan Abu Musa sebagai berikut:
Dari Abu Musa Ra., ia berkata, “Hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan dijadikan sebagai hari raya. Maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Shaumlah kalian pada hari itu.” H.r. Muslim, Shahih Muslim, II:796, No. 1131

Kemudian Aisyah menjelaskan:
Ketika difardhukan shaum Ramadhan, beliau meninggalkannya (tidak shaum). Beliau bersabda, “Barangsiapa yang hendak shaum, maka shaumlah. Dan barangsiapa yang hendak berbuka, maka berbukalah.” H.r. Bukhari, Shahih Bukhari, III:1434, No. 3727.

Dari berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada mulanya shaum ini hukumnya wajib. Namun setelah datang kewajiban shaum bulan Ramadan pada tahun ke-2 hijrah, shaum ini beralih menjadi sunat, dan ketika itu pelaksanaannya hanya satu hari tanggal 10 muharram.
Memasuki masa akhir periode Madinah, ketika para sahabat telah merasa kurang nyaman melakukan shaum Asyura yang sama persis dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani, Nabi saw. mencanangkan untuk melakukan perbedaan. Ibnu Abas mengatakan:

Rasulullah saw, telah bersabda, ”Jika aku masih hidup sampai tahun depan (12 H), niscaya aku akan shaum tanggal sembilannya yaitu hari Asyura” HR. Ahmad, Musnad Ahmad, I:224, No. 344; Muslim, Shahih Muslim, II:798, No. 1135

Rasululah saw. sendiri tidak berkesempatan melaksanakan shaum tanggal sembilan Muharam di tahun itu (12 H) dikarenakan meninggal dunia, tetapi rencana beliau untuk melaksanakannya membuktikan bahwa shaum di tanggal itu telah disyariatkan.

Dari keterangan tersebut jelaslah bahwa pada mulanya saum sunat muharram hanya dilaksanakan satu hari tanggal 10 muharram yang disebut Asyura. Namun untuk membedakan kebiasaan Jahiliyah, Yahudi atau Nasrani, Rasulullah saw. memerintahkan agar kita melakukan shaum sehari sebelumnya yaitu tanggal sembilan Muharam yang disebut Tasu’a. Sehingga pelaksanaan saum sunat muharram disyariatkan dua hari tanggal sembilan dan sepuluh bulan Muharam yang disebut saum Tasu’a-Asyura.

Demikianlah bentuk penghormatan dan cara menyikapi hari Asyura sesuai Sunnah Rasulullah saw. Mudah-mudahan apa yang dikemukakan ini menjadikan motivasi untuk melaksanakan sunnah Nabi Saw., sehingga dapat melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang semestinya.

*) Penulis adalah Direktur di Hadith Institute Ibnu Hajar Bandung.
Share on Google Plus

About Rasyid El-Rasya

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.