“Setiap manusia itu pemimpin, setiap peminpin akan ditanya kepeminpinannya” (HR Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa kepeminpinan akan mendapat balasan dan imbalan. Bagi setiap manusia haruslah mempunyai rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan kepadanya (pemimpin).
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok.
Dalam hal ini kita lihat bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis kepercayaan atau “crisis of trust” . Krisis kepercayaan ini akan berakhir jika adat atau kebiasaan seorang pemimpin bisa berubah dalam arti segala bentuk tindakan juga perbuatan yang bersifat negatif diganti dengan hal yang lebih positif.
Kepemimpinan dalam Islam bersandikan wahyu Ilahi. Seorang pemimpin hendaknya dipilih dari orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para imam atau khalifah tiada, kepemimpinan harus dipegang oleh para faqih yang memenuhi syarat-syarat syariat. Bila tidak ada seorang pun faqih yang memenuhi syarat, harus dibentuk 'majelis fuqaha'. Rasulullah Saw. Merupakan figur ideal seorang pemimpin, sebagaimana dalam firman-Nya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. al-Ahzab [33]: 21).
Fenomena yang terjadi saat ini bagaimana para artis, aktivis, guru, pedagang bahkan preman sekalipun ramai mencalonkan diri menjadi pemimpin. Lalu dimana posisi ahli agama, ulama, ustadz? Pada sisi ini amatlah relevan bila para faqih ini ikut dalam kontes yang ada. Umat harus memilih karena kefaqihannya akan agama, bukan sebaliknya apatis dan menyesalkan.
Jika kita amati pergerakan kaum kafir, aliran sesat sudah lama masuk segmen kepemimpinan. Akhirnya berakibat kepada kebijakan pemimpin yang lebih mendukung terhadap kekafiran, kebid'ahan dan kesesatan. Sebab jika Kesesatan, Kebid'ahan telah diakomodir oleh Negara, semakin tidak ada ruang bagi Qur'an dan Sunnah berdiri disana. Contoh kongkrit kisruh yang terjadi di negara-negara timur tengah sekarang.
Islam sejak dulu sudah menerangkan bahwa aturan menjalankan roda kepemim-pinan haruslah mencontoh kepada Nabi Muhammad SAW, bahkan Rosulullah SAW sendiri hampir 50 tahun memberikan pelajaran yang maksimal mengenai kepemimpinan sudahlah kita mencontoh dari beberapa sifat Nabi Muhammad SAW yaitu:
- Benar (Shiddiq), bersifat bicara dengan sebenarnya karena akhlaknya sangat baik
- Cerdas (Fathonah), bersifat cerdas sebagai pemimpin dan berwibawa menyelesai-kan masalah dengan tangkas dan bijaksana.
- Menyampaikan (Tablig), adalah cara menyampaikan agama dengan baik.
- Dapat dipercaya (Amanah), bersifat menyampaikan seluruh perintah Allah tidak dikurangi.
Wajiblah dari keempat sifat diatas dimiliki seorang pemimpin secara kolektif. Pemimpin yang adil dan bisa dipercaya akan membawa kebaikan bagi dirinya juga masyarakat. Oleh karena itu, seorang pemimpin dituntut untuk memahami agama yang sudah sempurna dan diridoi oleh Allah SWT seperti dalam firman-Nya :
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya." (Qs. Ali-Imran: 19).
Wallohu a’lam.
*) Penulis adalah ketua Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persatuan Islam kab. Cianjur periode 2012-2013.